Komisi IX DPR RI Soroti Pelaksanaan Jamkesmas

17-09-2012 / KOMISI IX

Anggota Komisi IX DPR RI menyoroti berbagai persoalan yang terjadi pada  pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/9)

Arif Minardi (F-PKS) saat diberi kesempatan pertama  bertanya oleh Pimpinan Rapat Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning, meminta komitmen Menteri Kesehatan untuk menyelesaikan berbagai   kasus yang terjadi dalam pelaksanaan program Jamkesmas.

“Selain masih banyak farkir miskin yang tidak masuk dalam Jamkesmas dan Jamkesda, tagihan biaya rumah sakit banyak yang belum  terbayar oleh  pemerintah daerah karena kesulitan dana,” ujar Arif

Anita Jacoba (F-PD) mempertanyakan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai pengadaan obat formularium bagi masyarakat miskin. Menurutnya anggaran untuk obat formularium  ada, namun obat tersebut tidak pernah ada di rumah sakit.

“Tidak tersedianya obat formularium di rumah sakit akhirnya mengakibatkan dokter membuatkan resep obat di luar formularium dan akhirnya pasien miskin diharuskan membeli obat, bahkan kadang dokter mengancam apabila tidak membeli obat tersebut di apotik tertentu bahwa pasien akan meninggal dunia. Keluarga pasien miskin menghadapi hal demikian selalu ketakutan akhirnya dengan berbagai cara membeli obat tersebut,” papar Anita.

Menurutnya hal tersebut sering terjadi di lapangan padahal anggaran untuk pengadaan obat tersebut ada. Sementara jika dirinya bertanya pada Menteri Kesehatan  selalu dijawab bahwa obat formularium itu bukan urusan Kemehterian Kesehatan tapi menjadi  urusan rumah sakit.  

Endang Agustini Syarwan Hamid (F-PG) meminta Kementerian Kesehatan membuat standar baku pelayanan kesehatan dalam persiapan menuju pelaksanaan BPJS. Dirinya menilai pelayanan terburuk berada di Puskesmas sebagai lini terdepan pada pelayanan kesehatan masyarakat miskin.

Sementara Rieke Diah Pitaloka (F-PDIP) menyatakan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan Jamkesmas bukan persoalan besar kecilnya anggaran bagi penerima bantuan iuran.

Menurutnya yang sekarang terjadi adalah persoalan tentang mekanisme rujukan, persoalan system yang macet, persoalan pendataan, persoalan verifikasi yang macet dan sangat birokatif.

“Yang dihadapi bukan persoalan teknis pemasaran tapi ini persoalan orang sakit. Ketika orang datang ke rumah sakit kemudian dia harus ada rujukan dulu ke puskesmas, sedangkan dokter puskesmasnya harus dicari dulu. Berapa kasus yang terjadi seperti ini,” jelas Rieke.

“Oleh karena itu kita harus punya kesepakatan bersama bahwa persoalan anggaran dalam BPJS itu penting, tetapi persoalan membangun  system, mekanisme dan asilitas harus menjadi prioritas,” imbuhnya. (sc)foto:wy/parle

BERITA TERKAIT
Netty Catat Evaluasi Program MBG: Soal Variasi Menu, Kualitas Rasa, hingga Sistem Reimburse
15-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menyampaikan pentingnya evaluasi dan perbaikan terhadap pelaksanaan Program Makan...
Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Komisi IX Minta Masyarakat Tak Panik
10-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengapresiasi langkah cepat Kementerian Kesehatan terkait ditemukannya virus Human...
Dukung MBG, Kurniasih: Sudah Ada Ekosistem dan Ahli Gizi yang Mendampingi
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Nurhadi Tegaskan Perlunya Pengawasan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menegaskan komitmennya untuk mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...